"Niteni, Nirokke, Nambahi" – Ki Hajar Dewantara
PROFIL
MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA TAMANSISWA
(Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional Kepmendikbud No: 243/M/2015)
Pendahuluan
Museum sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah mempunyai nilai kultural yang tinggi dan menyimpan fakta sejarah yang mempunyai arti penting bagi generasi selanjutnya. Oleh karena itu ide Ki Hadjar Dewantara mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya bukanlah berlebihan atau bertujuan untuk mengkultuskan diri. Dengan adanya museum, generasi muda akan dapat mempelajari, memahami, dan kemudian mewujudkan nilai-nilai yang terkandung, kedalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejak awal berdirinya, Museum Dewantara Kirti Griya merupakan museum memorial, yakni suatu tempat/rumah bekas kediaman seorang tokoh penting yang patut diabadikan dalam sejarah bangsa. Di dalam museum ini disajikan gambaran riwayat hidup dan sejarah perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia.
Visi dan Misi Museum.
Sejarah singkat.
Museum Dewantara Kirti Griya berlokasi di komplek Perguruan Tamansiswa yang menempati bekas rumah Ki Hadjar Dewantara sekeluarga, di jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta, (dulu Gevangenis Laan Wirogunan). Rumah tersebut resmi dihuni Ki Hadjar Dewantara sekeluarga pada tanggal 16 November 1938, bertepatan dengan diresmikannya Pendapa Agung Tamansiswa (Monumen Persatuan Tamansiswa).
Bangunan rumah yang berdiri di atas tanah seluas 5.594 m² tersebut dibeli atas nama Ki Hadjar Dewantara, Ki Sudarminto, Ki Supratolo dari Mas Adjeng Ramsinah pada tanggal 14 Agustus 1935. Konon bangunan rumah tersebut didirikan pada tahun 1925 dengan gaya klasik Hindia Belanda/kolonial. Bangunan tercatat dalam buku register Kraton Ngayogyakarta tertanggal 26 Mei 1926, dengan nomor Angka 1383/1.H.
Pada tanggal 18 Desember 1951, pembelian tersebut dihibahkan kepada Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa.
Tanggal 3 November 1957, bertepatan dengan kawin emas Ki Hadjar Dewantara, beliau menerima persembahan bakti dari para alumni dan pecinta Tamansiswa berupa rumah tinggal yang diberi nama Padepokan Ki Hadjar Dewantara, berlokasi di Jl. Kusumanegara 131 Yogyakarta. Tahun 1958, pada kesempatan rapat pamong Tamansiswa, Ki Hadjar mengajukan permintaan kepada sidang agar rumah bekas tempat tinggalnya yang berada di komplek perguruan Tamansiswa Jl. Tamansiswa 31 dijadikan museum. Permintaan tersebut ditanggapi dengan baik dan dilaksanakan setelah beliau wafat. Ki Hadjar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959. Mulai tahun 1960, Tamansiswa berusaha untuk mewujudkan gagasan almarhum Ki Hadjar Dewantara.
Pada suatu kesempatan Drs. Moh. Amir Sutaarga yang bertugas di Museum Nasional Jakarta, dan beliau adalah keluarga dekat Tamansiswa, bersedia datang ke Yogyakarta untuk memberikan pengetahuan dasar tentang permuseuman kepada Kepala museum Sonobudoyo, Kepala museum TNI AD, dan calon petugas museum Tamansiswa, yang dilaksanakan di Museum Perjuangan Yogyakarta.
Pada tahun 1963 dibentuklah panitia pendiri Museum Tamansiswa yang terdiri dari:
Sampai pertengahan tahun 1969, rancangan adanya museum belum juga terwujud, walaupun sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial. Pada tanggal 11 Oktober 1969 Ki Nayono menerima surat dari Nyi Hadjar Dewantara (pribadi). Dengan adanya surat tersebut, Ki Nayono tergugah untuk segera meminta perhatian kepada Majelis Luhur agar bekas tempat tinggal Ki Hadjar yang sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial segera dijadikan museum.
Pada tanggal 2 Mei 1970, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, museum diresmikan dan dibuka untuk umum oleh Nyi Hadjar Dewantara sebagai Pemimpin Umum Tamansiswa. Museum diberi nama Dewantara Kirti Girya, nama tersebut pemberian dari bapak Hadiwijono seorang ahli bahasa Jawa. Adapun keterangannya sebagai berikut.
Dewantara, diambil dari nama Ki Hadjar Dewantara,
Kirti, artinya pekerjaan (bhs. Sansekerta)
Griya, berarti rumah.
Dengan demikian arti lengkapnya adalah Rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara.Peresmian museum ditandai dengan candrasengkala “Miyat Ngaluhur Trusing Budi” yang menunjukkan angka tahun 1902 (Çaka ) atau tanggal 2 Mei 1970 Masehi. Makna yang terkandung dalam sengkalan tersebut sama dengan makna dan tujuan memorial yakni, dengan melalui museum diharapkan para pengunjung khususnya generasi muda akan dapat mempelajari, memahami dan kemudian dapat mewujudkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, kedalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di museum ini pula awal lahirnya Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY tahun 1971, yang dipimpin Mayor Supandi (alm.) sebagai Ketua I dan selanjutnya Barahmus DIY beralamat di Jl. Tamansiswa 31 hingga 2 Mei 2007, kemudian pindah ke museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
Koleksi museum.
Koleksi museum adalah semua jenis benda bukti material hasil budaya manusia, alam dan lingkunganya yang disimpan dalam museum, dan mempunyai nilai bagi pembinaan dan atau pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi, serta kebudayaan. Sampai saat ini koleksi Museum Dewantara Kirti Griya terdiri dari:
A. Bangunan.
Rumah bekas tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara sekeluarga (Museum Dewantara Kirti Griya)
- Pendapa Agung Tamansiswa (sebagai Monumen Persatuan Tamansiswa).
B. Koleksi Realia.
Koleksi realia merupakan benda (material) asli milik Ki Hadjar Dewantara yang berperan langsung dalam peristiwa sejarah bangsa, pendidikan dan kebudayaan. Beberapa koleksi realia diantaranya: naskah, pakaian, perabotan, perlengkapan kerja, film dokumenter, surat-surat.
C. Koleksi lainya.
Berupa foto-foto, lukisan, pecah belah, surat kabar, majalah, buku-buku.
Dengan demikian koleksi museum sebanyak 1.207 buah (koleksi Historika), koleksi Filologika sebanyak 2.050 buku. Jumlah keseluruhan koleksi 3.257 buah.
D. Tata pamer.
Tata pameran di Museum Dewantara Kirti Griya merupakan pameran tetap, yang menggambarkan keseharian Ki Hadjar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional, Bapak Pendidikan, pendiri Perguruan Tamansiswa. Setiap sikap laku, keunikan-keunikan Ki Hadjar Dewantara dan kesederhanaan beliau dapat dilihat dari susunan tata letak koleksi yang disajikam dalam museum.
Pada bulan Agustus 2016 atas bantuan dan arahan dari Mr. Andrew Henderson ( Konsultan Museum dari Unesco ), dari arahan beliau display koleksi dibuat secara tematik. Ada enam ruangan dari bangunan rumah tersebut yang masing – masing ruangan dengan alur cerita yang menggambarkan perjuangan KHD dari awal hingga akhir hayatnya.
Dalam perjalanan sejarah Tamansiswa, semua peristiwa terjadi saling kait-mengkait dan berlalu dalam kesatuan waktu lampau, sekarang dan yang akan datang. Peristiwa yang telah terjadi di masa lalu apabila tidak diekspos dan dikaji kembali hanyalah menjadi peristiwa yang hampa tanpa makna. Terbersit dari pemikiran tersebut, untuk mengoptimalkan visi dan misi Museum Dewantara Kirti Griya, perlu adanya tambahan koleksi penunjang memorial berupa, foto tokoh-tokoh Tamansiswa secara periodik, workshop pendidikan yang bercirikhas pendidikan Tamansiswa. Tampilan tokoh-tokoh dan workshop pendidikan tersebut akan menjadi obyek pembelajaran yang berharga bagi generasi muda karena sarat akan nilai budi pekerti luhur.
Sumber : Museum DKG