Pidato Sri-Edi Swasono Menyambut Dies Natalis Ke-66 UST, Wisuda Sarjana dan Pascasarjana 3 November 2021
Hari ini sungguh merupakan hari yang membahagiakan bagi kita semua, khususnya bagi Keluarga Besar Tamansiswa. Kita memperingati dan merayakan Dies Natalis Ke-66, dan sekaligus merayakan Wisuda Sarjana dan Pascasarjana dengan suatu upacara.
Kali ini Periode I Tahun Akademik 2021 dan 2022, jumlah lulusan yang kita hasilkan adalah sebanyak 745, baik yang lulus Sarjana (705 orang) maupun yang lulus Pascasarjana (40 orang).
Dies Natalis Ke-66 UST adalah tonggak baru, melewati sejengkal masa lalu cukup panjang, yaitu masa lampau yang penuh perjuangan, pengorbanan dan pengabdian tulus dari seluruh civitas akademika. Saya menghargai itu semua. Dan untuk ditonggak-tonggak belakangan ini, saya memberikan acungan jempol kepada seluruh civitas akademika. Nama Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa sudah beberapa lama diperhitungkan, baik oleh dunia akademis maupun oleh masyarakat di Yogyakarta. Bila banyak mahasiswa UST dan lulusanlulusan UST ternyata berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, maka sesungguhnya UST juga telah diperhitungkan pula oleh masyarakat Indonesia. Sekali lagi saluut untuk para penyelenggara Pendidikan di UST.
Hari Wisuda ini dirayakan dengan suatu upacara. Dirayakan oleh para lulusan yang mengenakan kostum-kostum yang menggambarkan perangai keindonesiaan, dan juga bergaun dengan toga dan toga-hat-nya yang berkoncer, sebagai tanda kesarjanaan.
Mengapa saya menyebut peristiwa wisuda ini merupakan suatu upacara? Yaitu upacara untuk “melepas” para lulusan ke dalam masyarakat? Universitas sepertinya selalu menuntut masyarakat untuk mengakui lulusan-lulusannya. Ijazah kesarjanaan, yang dunia internasional menyebutnya sebagai diploma, mengandung tuntutan bahwa para lulusan sepenuhnya sudah dapat dilepaskan ke dalam masyarakat, untuk melakukan tugas dan tanggungjawab kesarjanaan mereka.
Artinya para sarjana harus berani mempertanggungjawabkan sikap kejujuran, kebenaran dan keadilan mereka. Seorang sarjana harus berani bertindak jujur, dan berani menghindari ketidakjujuran. Ia harus berkarakter cinta kebenaran, dan berani mengatakan yang salah. Ia harus cinta keadilan, dan berani mengutuk ketidakadilan, yang terjadi baik terhadap orang lain, maupun terhadap dirinya sendiri.
Ketiganya itu, veritas atau kejujuran, probitas atau kebenaran dan iustitia atau keadilan, harus diterapkan baik pada kehidupan akademisnya, maupun kehidupan kemasyarakatannya. Ini bukan suatu karakter kesarjanaan yang mudah untuk dipangku, apalagi dalam keadaan sekarang, dalam globalisasi rakus dan semrawut, yang merusak dan masuk ke negeri kita. Materialisme dan hedonisme yang melanda institusi-institusi publik kita, baik institusi negara maupun institusi swasta, menjadi tantangan khusus yang bisa menggoyahkan kita untuk mengemban karakterkarakter mulia itu. Di situ kecerdasan hidup kita diuji, untuk menyelamatkan cita-cita Kemerdekaan kita, yaitu: memayu hayuning salira, memayu hayuning bangsa, memayu hayuning manungsa. Itulah inti daripada fatwa Ki Hadjar “lawan sastra ngesdi mulya”. Itulah sebabnya para lulusan UST dilepas dengan upacara, yang lebih jauh maknanya dari sekedar koncer toga-hat para lulusan dipindah dari kiri ke kanan.
MSebagian para lulusan, terutama lulusan pascasarjana, telah mempunyai pekerjaan. Banyak di antara para lulusan Sarjana yang harus mencari pekerjaan, mengisi berbagai formulir lamaran kerja, dst dst. Dalam mengisi lamaran kerja, di samping Saudara harus memegang teguh kejujuran dan kebenaran, Saudara harus tetap berkarakter sebagai “orang merdeka”. Apa itu orang merdeka? Orang merdeka adalah orang yang punya pendirian, teguh berprinsip, tidak mudah terpengaruh orang lain, dan tidak tergantung, atau menggantungkan diri kepada orang lain. Inilah sikap yang harus dipegang dalam melamar pekerjaan pada pihak lain.
Kepada calon pemberi kerja, Saudara harus bisa menonjolkan apa keahlian Saudara sebagai sarjana, harus bisa memamerkan apa yang bisa Saudara lakukan untuk Sang pemberi kerja. Para pemberi kerja akan selalu bersikap terhadap Saudara dengan nada: “what can you do for me”, dan tidak akan pernah bertanya dengan nada belas-kasihan: “what can I do for you”. Tentu kita mengharap bahwa Saudara memperoleh pekerjaan karena ketangguhan Saudara, bukan karena Saudara berhasil memperoleh belas-kasihan altruistik dari pihak pemberi kerja
Tentu alangkah baiknya apabila para lulusan, sebagai kader-kader Tamansiswa, dapat membentuk suatu kerjasama dan menciptakan lapangan kerja sendiri secara bersama-sama. Ingat kata-kata cemerlang yang diperkirakan akan diucapkan di alam kehidupan Abad ke XXIII: “May we together become greater than the sum of us”. Bersama-samalah membentuk sinergi dan menciptakan lapangan kerja baru secara bersama-sama.
Sekianlah. Saya ucapkan selamat kepada para wisudawan dan wisudawati, kepada orangtua dan pendamping. Serta terimakasih atas kehadiran pada upacara ini.