SISTEM AMONG KI HADJAR DEWANTARA
Oleh Ki Sunardi H.S

- Pendahuluan
Sistem pendidikan kolonial pada waktu penjajahan Belanda telah merusak jiwa rakyat Indonesia dan bertentangan dengan jiwa serta budaya bangsa Indonesia. Sistem pendidikan kolonial dipakai penjajah Belanda untuk melanjutkan dan mengukuhkan penjajahan di Indonesia. Pendidikan kolonial bersifat intelektualistis, individualistis dan materialistis yang lebih mengutamakan menonjolkan menitikberatkan pada kecerdasan otak, telah menumbuh suburkan intelektualisme. Oleh karena itu, Ki Hadjar Dewantara (KHD) berusaha untuk mengimbangi dan mengatasi usaha kaum kolonial tersebut dengan jalan menanamkan kesadaran dan semangat kebangsaan yang tinggi di kalangan rakyat melalui pendidikan. Menurut KHD, sistem pendidikan suatu bangsa akan berhasil mendidik para warganya apabila sistem tersebut berdasarkan budaya bangsanya. KHD berusaha untuk menggantikan sistem pendidikan kolonial dengan sistem pendidikan yang berdasarkan kultur sendiri dengan mengutamakan kepentingan rakyat. Sistem pendidikan yang sesuai dengan budaya bangsanya itu, oleh KHD dinamakan ‘Sistem Among’.
Ki Hadjar Dewantara dengan Sistem Amongnya mengoreksi sistem pendidikan kolonial pada saat itu dengan usaha mendidik manusia seutuhnya, dalam mendidik yang dikembangkan bukan saja aspek kognitifnya, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoriknya. Oleh karena itu isi pendidikannya di samping memberi ilmu pengetahuan pada anak didiknya, juga pendidikan yang mengandung nilai-nilai budaya bangsa, semangat kebangsaan, jiwa merdeka, ketrampilan, sejarah kebangsaan, kesenian dan olahraga (pencak silat) yang mengandung nilai-nilai kultural bangsa.
Dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai-nialai demokrasi, maka Sistem Among merupakan suatu pranata sosial yang langsung atau tidak langsung telah diakui kebenarannya. Sistem Among sebagai pranata sosial tersebut dapat dimengerti, karena hakekatnya Sistem Among merupakan sistem pergaulan antar manusia yang dilandasi oleh sikap cinta kasih, saling hormat menghormati, saling harga menghargai, demokratis, tidak ingin menguasai dan mengalahkan orang lain untuk kepentingan dirinya.
- Latar Belakang Adanya Sistem Among
Kelahiran sistem among bersamaan dengan kelahiran perguruan Nasional Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922. Hal itu dapat kita lihat dalam Pasal 1 (satu) Asas Tamansiswa 1922, yang menyatakan: “Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri (Zelfbeschikkingsrecht) dengan mengingati tertib damainya persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappelijke saamhoorigheid) itulah asas kita yang pertama. Tertib dan Damai (Tata lan tentrem, Orde en Vrede) itulah tujuan kita yang setinggi-tingginya. Tidak adalah ketertiban terdapat, kalau tak bersandar pada perdamaian. Sebaliknya tak akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangi dalam segala syarat kehidupannya. Bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Maka dari itu pendidikan yang beralaskan syarat “paksaan-hukuman-ketertiban” (regeering- tucht en orde”, inilah perkataan opvoedkunde) itulah kita anggap memperkosa hidup kebatinan anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan “Among-methode”.
Dalam memilih “Among” untuk sistem pendidikannya, Ki Hadjar Dewantara diilhami oleh kerja seorang tani yang melakukan tugas sebagai among tani. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai among tani maka pak tani tidak dapat memaksakan kehendaknya pada tanaman yang ditanamnya, ia harus tunduk pada kodrat suatu tanaman menjadi tanaman lain. Seorang tani hanya sekedar memelihara, membina dan mengembangkan sesuai dengan kodrat tanaman tersebut. Dalam hal ini kerja seorang pendidik dalam menjalankan tugasnya mendidik anak, sesuai dengan kerja seorang petani. Selanjutnya dijelaskan bahwa guru terhadap murid harus berfikir, berperanan dan bersikap sebagai juru tani terhadap tanamannya.
- Pengertian Sistem Among
Pendidikan di Tamansiswa dilaksanakan menurut Sistem Among ialah suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan:
- Kodrat Alam, sebagai syarat untuk mencapai kemajuan yang secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
- Kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat atau tangguh dan dapat berpikir serta bertindak merdeka.
Dalam pernyataan itu ada tiga hal yang perlu ditelusuri maknanya dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), yaitu:
- Kodrat Alam
- Kemerdekaan
Kodrat, artinya: kekuasaan (Allah), kekuasaan dan kehendak Tuhan, kuasa atau kekuatan. Kodrat alam= kekuatan alam, hukum alam, sifat (tabiat) yang asli, sifat bawaan). KHD menerangkan bahwa dasar kodrat alam itu untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yang menggunakan perintah, paksaan dan hukuman. Kemajuan yang sejati hanya dapat diperoleh dengan perkembangan kodrati, yang terkenal sebagai “evolusi” (perkembangan atau pertumbuhan peserta didik secara berangsur-angsur). Dasar kodrat alam inilah yang kemudian mewujudkan “Sistem Among”. Guru-guru kita menjadi “Pamong”, yaitu sebagai “Pemimpin yang berdiri di belakang” dengan bersemboyan “Tutwuri Handayani”, yakni tetap mempengaruhi dengan memberi kesmpatan kepada peserta didik untuk berjalan sendiri, tidak terus menerus “dituntun” dari depan. Dengan begitu maka si “Pamong” hanya wajib menyingkirkan segala apa yang merintangi jalannya peserta didik serta hanya bertindak aktif dan mencampuri gerak-geriknya apabila peserta didik tidak dapat menghindarkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancam keselamatannya. Oleh karena itu, kodrat anak Indonesia perlu diperhatikan dalam memberi bimbingan pada pertumbuhan jiwa-raganya. Menurut KHD, kodrat anak Indonesia ialah menerima perlakuan berdasarkan garis hidup atau kultur bangsanya. Jika tidak demikian, maka kalau landasan pendidikannya kepada kultur asing adalah bertentangan dengan kodrat anak tersebut. Dengan memberikan pendidikan yang bertentangan dengan kodrat alam anak, maka proses belajar-mengajar pasti akan terhambat dan tidak akan berjalan lancar. Dari segi nilai-nilai yang akan dikembangkan pasti juga akan menyimpang dari nilai-nilai budaya bangsanya. Hal ini tidak mungkin digunakan untuk keperluan membentuk watak dan kepribadian bangsa, Anak-anak tersebut akan terasing dari kehidupan bangsanya dan tidak akan peka terhadap segenap aspirasi dan penderitaan rakyatnya. Dengan demikian jelas kiranya bahwa dasar kodrat alam, digunakam dalam arti edukatif dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar.
Di dalam Pasal 2 (dua) Asas Tamansiswa 1922, yang menyatakan: “Dalam sistem ini (maksudnya among methode), maka pelajaran berarti mendidik anak-anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka fikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum.
Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang manfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama (sociaal belang)”. Di dalam asas tersebut KHD menerangkan bahwa “Dasar Kemerdekaan” itu, yakni dengan ketegasan, bahwa kemerdekaan tadi hendaknya dikenakan terhadap caranya peserta didik berfikir, jangan selalu “dipelopori” atau disuruh mengakui buah fikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah peserta didik mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan fikiran sendiri.
Begitu pula caranya peserta didik melakukan sikap batinnya, merasa-rasakannya, memelihara keinsyafannya dan sebagainya, jangan pula dipelopori, namun berilah kebebasan secukupnya kepada mereka. Juga dalam mewujudkan kemauannya menjadi tenaga, janganlah dilakukan paksaan-paksaan atau tekanan-tekanan. Itulah syarat-syarat untuk membimbing peserta didik agar menjadi orang-orang yang sungguh merdeka, lahir dan batin.
Selain itu, dalam pendidikan harus senantiasa ingat, bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam:
- berdiri sendiri (zelfstanding),
- tidak tergantung kepada orang lain (anafhankelijk), dan
- dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking).
Beratlah kemerdekaan itu bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. Dalam hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang lain.
KekeluargaanJiwa kekeluargaan mewarnai hubungan atau interaksi antara pamong dan siswa. Antara keduanya tidak terdapat jarak dalam arti menyatunya jiwa dan perilaku (kadya rambut pinara sasra = seperti rambut dibelah seribu). Dalam membina hidup keorganisasiannya dan peraturan hidup kemasyarakatan segenap warganya, Tamansiswa mendasarkan pada sendi hidup kekeluargaan. Hal ini digali dari sumber hakiki manusia, ialah sifat kemanusiaan dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu sikap laku berdasarkan kekeluargaan adalah sikap laku yang manusiawi.
Pandangan seperti di muka timbul berdasarkan kenyataan, bahwa kehadiran manusia di muka bumi ini dapat ditinjau sebagai individu, tetapi sekaligus juga merupakan bagian dari suatu kolektivitas atau warga dari suatu masyarakat. Kehadiran manusia adalah kehadiran bersama, dan kehadiran individu baru akan bermakna, jika ia hadir dalam kebersamaan itu. Karena manusia hadir secara bersama-sama, maka perwujudan kemerdekaan setiap individu sebagai karnuia Tuhan YME kepada setiap insan mahkluknya, harus disesuaikan dengan kemerdekaan individu-individu lainnya. Penyuasaian ini menimbulkan suatu konsekuensi yang berupa kewajiban bersama yang sifatnya juga kodrati dan manusiawi. Dengan demikian maka setiap manusia di samping dimilikinya hak-hak asasi juga kewajiban-kewajiban asasi kemanusiaan.
Cita-cita kemasyarakatan yang ingin dicapai Tamansiswa, ialah suatu masyarakat yang tertib damai, yang menjunjung tinggi asas keselarasan dan keseimbangan antara perwujudan kepentingan individu dan kepentingan masyarakatnya. Dalam masyarakat semacam itu didambakan segenap warganya akan mengalami kehidupan yang salam-bahagia, aman lahir batin karena kekuasaan harus bersandar kepada keindahan atau tertibnya lahir serta cinta kasih atau kesucian batin. Dalam pada itu kebijaksanaan itulah yang mengandung kebenaran dan keadilan.
Jadi kekeluargaan hakekatnya adalah kesadaran kebersamaan manusiawi yang terikat oleh kepentingan bersama yang wajib dijunjung tinggi. Dalam ikatan suatu bangsa, kekeluargaan beruwjud solidaritas nasional, yang selalu menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Dalam pengertian kekeluargaan tersirat pula kewajiban setiap individu untuk saling menghargai dan saling menghormati atas dasar martabat kemanusiaan.
Proses belajar mengajar berdasarkan sistem-among yang dijiwai sendi-dendi hidup kekeluargaan, menempatkan hubungan antara guru-murid dalam kedudukan yang secara manusiawi kebersamaan. Dalam kondisi dan dengan dalih apapun tidak ada kewenangan guru secara kodrati dan sosial untuk memandang rendah para muridnya.
Sudah barang tentu karena kita membicarakannya dalam kaitannya dengan masalah pendidikan, dan pendidikan adalah segala proses kehidupannya, maka ketiga masalah itupun dikaitkan langsung dengan manusia itu sendiri.
D. Fungsi dan Tujuan Pendidikan TamansiswaPelaksanaan pendidikan di Tamansiswa menggunakan sistem among, yang memiliki fungsi dan tujuan, sebagai berikut:
- Tujuan pendidikan Tamansiswa
- Fungsi pendidikan Tamansiswa:
- Zendings – arbeid
- Reddings – arbeid
zending – arbeid atau kerja duta dalam suatu masyarakat adalah suatu usaha yang di dalamnya terkandung maksud untuk menyebarkan, meluaskan dan mengembangkan suatu ide dan cita-cita atau suatu tata hidup baru yang harus ditanamkan di bumi Indonesia, hingga dapatlah diharapkan suatu masyarakat yang dicita-citakan, yaitu terwujudnya masyarakat tertib damai dan salam bahagia.
Reddings – arbeid, yang artinya ialah kewajiban Tamansiswa sebagai lembaga pendidikan yang harus dapat menampung anak-anak rakyat Indonesia yang memerlukan sekolah. Mereka itu haus akan kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan dalam rangka pembentukan pribadinya. Dalam hubungan ini, maka Tamansiswa berkewajiban melaksanakan tugasnya sebagai suatu perguruan yang harus memberikan bimbingan dalam proses perkembangan pribadi anak didik secara menyeluruh. Jadi tidak hanya di bidang intelektual yang diutamakan, tetapi juga meliputi berbagai bidang lainnya seperti : segi emosional, segi keprigelan, segi mental dan segi jasmaniah. Dengan prinsip tersebut, maka sejak lahirnya, Tamansiswa sudah jelas menentang intelektualisme yang dapat menjadi penghambat perkembangan jiwa raga dan kepribadian anak didik secara menyeluruh.
Dua tugas penting dari tamansiswa itu dilaksanakan secara simultan dalam waktu yang bersamaan. Karena itu maka diperlukan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu dalam menanggapi berbagai situasi-situasi tertentu pula. Tamansiswa tidak segan-segan menerima murid yang formal-normatif tidak dapat diterima oleh sekolah-sekolah Negeri waktu itu, dengan pertimbangan-pertimbangan Tamansiswa sendiri masih ada kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan bagi perjuangan bangsa dan pembangunan masyarakatnya. Dalam tugas seperti tersebut itulah maka Tamansiswa sering disebut sebagai ”sekolah reparasi”.E. Implementasinya
Pendidikan di Tamansiswa menggunakan Sistem Among, yang implementasinya disebut among methode atau methode among. dengan semboyan Tutwuri Handayani. Menurut Among Sistem, maka fungsi pamong antara lain sebagai berikut:
- Pendidik, dalam pelaksanaannya pamong hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini :
- Pamong harus berpegangan pada kemampuan dasar anak didik.
- Pamong harus berpegangan bahwa setiap anak didik mempunyai potensi sesuai dengan kodratnya.
- Pamong harus memberi kesempatan, dorongan kepada anak didik untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
- Pembinaan anak didik harus berdasarkan atas pengalamannya sendiri pemahamannya sendiri dan usahanya sendiri.
- Pamong harus mengupayakan/menfasilitasi agar pembinaan mengarah kepada kemampuan anak didik untuk mengola temuannya.
- Dalam pengembangan kepribadian anak didik, pamong bekerjasama dengan orangtua dan masyarakat (Tri Pusat Sistem).
- Pemimpin, dalam proses pendidikan pamong melaksanakan prinsip-prinsip kepemimpinan yaitu:
- Ing Ngarsa Asung Tuladha (di depan memberi teladan / menjadi contoh),
- Ing Madya Mangun Karsa (ditengah membimbing, memotivasi, memberi semangat, menciptakan situasi kondusif), dan
- Tutwuri Handayani
Tutwuri (mengikuti) bermakna: mengikuti perkembangan anak didik dengan sepenuh hati, berdasarkan cinta kasih melalui Asah, Asih dan Asuh. Handayani (menguatkan), bermakna menguatkan lahir dan batin anak didik dengan cara merangsang, memupuk, membimbing, menggairahkan dengan keteladanan dan tanpa paksaan, hukuman dan ketertiban (regeering, tught, and order) agar anak didik mampu mengembangkan kepribadiannya melalui disiplin diri ( swa disiplin ). Sikap “tutwuri” adalah perilaku pamong yang sifatnya memberi kebebasan kepada murid, untuk berbuat sesuatu sesuai dengan hasrat dan kehendaknya, sepanjang hal itu masih sesuai dengan norma-norma yang wajar dan tidak merugikan siapapun.
Jadi, pamong (guru) di dalam penerapan metode among harus menjadi pemimpin dalam pembelajaran dan menjadi contoh atau suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru dalam pembelajaran memberikan dorongan (dukungan moral), agar anak didik selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Dengan dimikian guru dapat memberikan reward (penghargaan) bagi anak didik yang berbuat kebaikan dan memberikan punishment (sanksi yang mendidik) bagi anak didik yang berbuat kejahatan.
- Pengajar, dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran yang MERDEKA yaitu :
- Menantang dan Menyenangkan,
- Efektif dan Efisien
- Rasional dan Realistis,
- Disiplin dan Demokratis
- Empati
- Kreatif, Kontekstual
- Aman dan Adil
- Pelatih, dalam proses pendidikan pamong melatih :
- Jasmani anak didik agar sehat fisiknya
- Rokhani dengan mempertajam daya cipta, rasa dan karsa anak didik secara seimbang
- Pejuang cita-cita, dalam berhamba pada Sang Anak (baca; mendidik), pamong berjiwa merdeka, yaitu memiliki jiwa: Tertib Damai Salam Bahagia yang ditandai antara lain dengan :
- Ketertiban lahiriah
- Kedamaian batiniah
- Hilangnya rasa permusuhan
- Tidak melempar kesalahan dan tanggung jawab
- Tidak kehilangan akal
- Tidak putus asa dan tidak merasa bosan
- Perasaan senang, gembira dan bergairah dalam menjalankan darma kemanusiaannya.
- Pandai bersyukur
- Swadisiplin
- Pelaksanaan hak dan kewajiban secara seimbang
- Ki Hadjar Dewantara, 1964. Asas-Asas dan Dasar-Dasar Tamaniswa, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Yogyakarta. Cetakan Ketiga.
- Ki Hariyadi, 1985. Sistem Among : Dari Sistem Pendidikan Ke Sistem Sosial, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Yogyakarta
- Ki Soeratman, 1980. Tutwuri Handayani Suatu Pendekatan Sosio – Kultural Alam Proses Belajar Mengajar, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Yogyakarta.
- Ki Soeratman, 1989. Dasar-Dasar Konsepsi Ki Hadjar Dewantara, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Yogyakarta.
- Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.. 1977. Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama Pendidikan, Yogyakarta, Cetakan Kedua.
- Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 2017. Piagam dan Peraturan Besar Persatuan Tamansiswa. Yogyakarta.
- Nyi Darsiti Soeratman, 1986, Ki Hadjar Dewantara, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Daftar Pustaka
.
Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah untuk mendidik manusia merdeka yaitu merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya. Maksudnya Agar anak didik mampu mengembangkan dirinya secara utuh (paripurna) sesuai dengan garis kodratnya yang memiliki rasa harga diri dan kedaulatan pribadi sebagai makhluk yang logis, etis, estetis dan relegius untuk dapat terampil hidup mandiri dan hidup merdeka lahir batin.